Dark Into The Light
Kim Donggu mendorong tubuh Hyunjun dengan keras. “Ah
dasar anak baru culun!” teriaknya sambil memutari Hyunjun. Ia melepas kacamata
Hyunjun dan membuangnya hingga pecah. Hyunjun membiarkan gerombolan Donggu menghajarnya
tanpa perlawanan. Bagaimanapun juga, ia sudah berjanji pada ibunya untuk
menjadi anak yang baik. “Sudah cukup! Nanti dia bisa mati!” teriak Nae-ri
kesal. Ia berusaha menolong Hyunjun dari serangan gerombolan Donggu.
“Sudahlah Nae-ri. Jangan membelanya terus. Dia itu
hanya anak baru yang culun.” Donggu dan teman-temannya kembali menghajar
Hyunjun.
“Sudah aku bilang jangan ya jangan!” teriak Nae-ri
lagi. Namun kata-katanya tak mempan untuk orang keras kepala seperti Kim
Donggu. Nae-ri menarik tangan Donggu menghentikannya. Buk!!! Nae-ri malah
terjatuh karena Donggu menepisnya dengan kasar. Donggu tersadar lalu segera
menghentikan pukulannya. Ia membantu Nae-ri berdiri.
“Sudah aku bilang juga kan? Jangan ikut campur
urusanku!” ucap Donggu kesal. Nae-ri tak kalah kesalnya.
“Kau benar-benar jahat!” teriak Nae-ri lalu berjalan
ke arah Hyunjun. Ia mengulurkan tangannya pada Hyunjun untuk membantunya
berdiri tapi Hyunjun menolaknya. Hyunjun menghapus darah di wajahnya sambil
bangkit berdiri. “Kau tidak apa-apa?” tanya Nae-ri mengikutinya. “Ya.” jawab
Hyunjun singkat lalu berjalan memasuki kelas bersama Nae-ri.
Kim Donggu
mengepalkan tangannya kesal. Sudah lama ia menyukai Nae-ri tapi tidak dengan
Nae-ri. Nae-ri malah membencinya setengah mati karena sikapnya. Donggu yang
keras kepala, tidak bisa menghentikan sikap buruknya selama ini. “Sial! Awas
saja kau anak baru!”
= =
“Kamu harus kuat menghadapi mereka. Mereka memang jahat,” kata Nae-ri
lalu duduk disamping Hyunjun.
“Apapun yang terjadi, kamu tidak perlu menolongku. Aku
tidak butuh pertolongan dari siapapun,” ucap Hyunjun dingin. Nae-ri menatap
wajah Hyunjun bingung. “Kenapa begitu?” Hyunjun menghela nafas panjang.
“Kamu tidak perlu melakukannya. Aku seorang pria dan
aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku tidak mau melihat perempuan terluka karena
sok membelaku.” Nae-ri mencibir.
“Aku tidak akan terluka. Aku orang yang kuat.
Lagipula, Donggu dan teman-temannya tidak akan menyakitiku.”
“Karena Donggu menyukaimu kan?” tanya Hyunjun membuat
Nae-ri sedikit terkejut.
“Tapi aku tidak pernah menyukainya. Aku tidak suka
orang yang jahat sepertinya.” Hyunjun tersenyum mendengar jawaban Nae-ri.
“Aku juga jahat. Bahkan lebih jahat daripada Donggu.
Jadi, sebaiknya kamu tidak dekat-dekat denganku,” ucap Hyunjun sambil mengatur
letak kacamatanya.
“Apa maksudmu?” Pertanyaan Nae-ri tak terjawab karena
hentakan meja yang dibuat oleh Kim Donggu. Ia memerintahkan teman-temannya
untuk menarik paksa Hyunjun. Mereka membawanya keluar kelas.
“Hei! Apa yang mau kalian lakukan?” tanya Nae-ri
sambil bangkit berdiri. Donggu tertawa.
“Aku hanya ingin memberinya pelajaran karena sudah
dekat-dekat denganmu.” Nae-ri menatap wajah Donggu dengan kesal.
“Kenapa kamu selalu mencari masalah? Tidakkah kamu
bisa bersikap baik sedikit saja?” Nae-ri ingin menyusul Hyunjun untuk
menolongnya tapi tangan Donggu menghalanginya.
“Bagaimana kalau kita merencanakan kencan kita?” tanya
Donggu sambil tersenyum. “Tidak akan! Aku membencimu, Kim Donggu! Aku membenci
orang jahat sepertimu!” Teriak Nae-ri marah. Ia berusaha melepaskan diri dari
genggaman tangan Donggu tapi terlalu erat.
“Kamu harus tetap berada disini sampai mereka selesai
melakukan tugasnya.” Donggu tersenyum.
= =
Teman-teman
Donggu membawa Hyunjun ke dalam toilet namja1 lalu menghajarnya hingga babak
belur. “Oh Kasihan sekali si culun! Kali ini, tidak ada yang bisa menolongmu,”
ucap Alex.
“Ini pesan dari bos kami. Jauhi Nae-ri atau kamu akan
mati!” Ancamnya.
“Tenang saja, aku tidak akan pernah mendekatinya tapi
aku ragu kalau dia bisa kujauhi. Dia selalu mendekatiku,” ucap Hyunjun sambil
tersenyum, membuat mereka marah.
“Apa kau bilang?” Donggu datang memasuki toilet. “Jadi
sekarang kamu menganggap Nae-ri menyukaimu?” Marah Donggu. Ia mengepalkan
tangannya dan menghantamkannya pada perut Hyunjun. Hyunjun hanya tersenyum.
“Kau tersenyum?” Donggu mendekati Hyunjun lalu
menyiramkan air toilet pada tubuh Hyunjun sambil menendangi kakinya.
“Ibu, lebih baik kakiku lah yang patah sebagai
gantinya,” lirih Hyunjun dalam hati. Teman-teman Donggu melepaskan baju seragam
Hyunjun dengan paksa lalu menendanginya dan memukulinya hingga berdarah.
“Tatto?” Donggu memberi tanda pada teman-temannya
untuk berhenti menghajarnya. Donggu memperhatikan tatto di punggung Hyunjun.
“Kenapa kamu punya tatto gangster itu?” tanya Donggu
sambil mengernyitkan alisnya. Hyunjun menundukkan kepalanya tanpa menjawab
pertanyaan Donggu. “Jawab!” teriak Donggu. “Kembalikan bajuku!” ucap Hyunjun
pelan. Tubuhnya sudah cukup lemah untuk berbicara lagi.
Suara gebrakan pintu toilet mengagetkan
mereka. “Cepat buka pintunya!” teriak salah satu sesangim2.
“Cepat jawab! Dapat darimana tatto ini?” tanyanya
lagi. Hyunjun tersenyum mengejek tanpa menjawab pertanyaan Donggu. “Kamu
anggota gangster?” tanyanya lagi tak percaya.
“Pukuli dia sampai mengaku!” perintah Donggu pada
teman-temannya. “Tapi sesangim....”
“Kalau kamu tidak mau memukulnya, biar aku yang akan
memukulnya!” sela Donggu. Ia menendangi kaki Hyunjun dengan keras. “Sudah bos.
Nanti dia mati. Sesangim sudah datang, kita akan mendapat masalah besar kalau
membunuh orang,” ucap Alex ketakutan. Donggu menghentikan tendangannya
bersamaan dengan pintu toilet yang terbuka.
“Hyunjun!” lirih Nae-ri sambil menghampiri Hyunjun
yang terkulai tak berdaya. Darah membasahi tubuhnya.
= =
“Kita harus menyelidikinya. Apa Hyunjun benar-benar anggota gangster?
Kalau memang benar, itu bagus,” ucap Donggu sambil tersenyum. Teman-temannya
mengernyit bingung. “Kenapa malah bagus? Bukankah itu malah membahayakan kita?
Dia bisa saja membalas dendam dengan menghajar kita sampai mati.” Alex
bergidik. “Kalau Nae-ri tahu siapa sebenarnya Hyunjun itu, dia pasti akan
menjauhi dan membenci Hyunjun. Kau tahu sendiri kan? Nae-ri menganggap Hyunjun
anak alim padahal dia anggota gangster yang jahat dan Nae-ri tidak menyukai
orang jahat seperti itu.” Donggu tersenyum lagi.
= =
Kedua kaki Hyunjun sudah pulih untuk berjalan lagi. Nae-ri selalu
membantunya setiap saat. “Karena kamu sudah sembuh, kita akan jalan-jalan!”
ucap Nae-ri girang. “Memangnya kita mau pergi kemana?” tanya Hyunjun bingung.
“Kita akan jalan-jalan keliling kota Seoul. Cuaca hari ini cukup cerah untuk
berjalan-jalan. Kamu harus mentraktirku makan,” ujar Nae-ri sambil tersenyum.
“Baiklah-baiklah,” ucap Hyunjun lalu ikut tersenyum. Kedekatannya pada Nae-ri,
entah kenapa membuatnya jadi lebih sering tersenyum. Ia merasa senang bisa
menghabiskan waktunya dengan Nae-ri. Ia merasa senang dengan sikap Nae-ri yang
selalu menolong dan memperhatikannya. Begitu pula sebaliknya. Nae-ri selalu
merasa senang dan nyaman bisa berada di dekat Hyunjun. Sebenarnya, sejak
pertama kali Hyunjun masuk ke sekolahnya, Nae-ri sudah menyukai Hyunjun.
“Ayo
kesana!” Hyunjun menggandeng tangan Nae-ri membuat wajah Nae-ri merona merah.
“Ahjuma3, aku beli gantungan kunci ini,” ucap Hyunjun. Ia memberikan uang 2500
won pada ahjuma penjual itu. Hyunjun memberikan gantungan kunci boneka
perempuan pada Nae-ri. “Untukku?” Hyunjun mengangguk. “Sebagai tanda terima
kasih.” Nae-ri tersenyum senang. Mereka berjalan-jalan memasuki daerah
Myeongdong. Setelah asyik makan tokpokgi (rice cake) dan omuk (fish cake) di
pinggir jalan, mereka memasuki toko-toko di sekitar sana.
Suara sirine mobil polisi membuat Hyunjun terdiam. Ia
menutup kedua telinganya sambil menundukkan kepala. “Kau kenapa?” Tanya Nae-ri
bingung. Suara sirine semakin terdengar keras. “Oh, ada perampokan disana tapi
tenang saja. Para polisi akan menangkap perampoknya,” ucap Nae-ri. “Lebih baik
kita ke Myeongdong Station.” Nae-ri menarik tangan Hyunjun menjauhi tempat itu.
Namun reaksi Hyunjun masih tetap sama. Hyunjun menutup telinganya sambil
menggelengkan kepalanya. Bayang-bayang tak diinginkan, berkelebat makin jelas
memenuhi otak Hyunjun. Hyunjun berusaha menghapuskan setiap ingatan itu tapi
ingatan itu makin terbayang jelas seiring suara sirine mobil polisi yang
berbunyi makin keras.
“Berhenti atau aku
tembak!” teriak sang polisi sambil mengarahkan pistolnya kearah Hyunjun.
Hyunjun tak peduli pada kata-kata polisi itu. Ia tidak mau dirinya tertangkap
dan harus mendekam di penjara. Jalanan yang dipenuhi salju tak menghalanginya
untuk terus berlari. “Jangan sakiti anakku! Dia bukan penjahat seperti yang
kalian maksud. Ini pasti salah paham,” ucap seorang wanita memohon pada para
polisi. “Ibu?” Suara ibunya itu membuat Hyunjun menoleh ke belakang. Para
polisi yang lain semakin mendekatinya. “Hyunjun, kemarilah! Jelaskan pada
mereka kalau kamu bukan penjahat!” teriak Ibunya. Hyunjun menggelengkan
kepalanya pelan lalu terus berlari. Polisi yang lain segera mengarahkan
pistolnya pada Hyunjun dan bersiap menembak. Ibu Hyunjun yang melihatnya
langsung berlari ingin menyelamatkan Hyunjun.
“Hyunjun!” Suara teriakan ibunya disusul oleh
suara tembakan membuat Hyunjun berhenti berlari. Ibunya jatuh terkulai dengan
luka tembakan di kakinya. “Ibu!” teriak Hyunjun lalu berlari menghampiri
ibunya. “Ibu!” Ia memegang erat kedua tangan ibunya yang lembut. “Maaf bu. Ini
semua salahku. Aku memang penjahat. Akulah yang pantas menerima semua hukuman
ini. Kenapa ibu malah menyelamatkanku?” Air mata Hyunjun mengalir membasahi
pipinya. “Hyunjun.” Panggil ibunya pelan. “Jadilah orang yang ibu percayai,”
lirih ibunya. Para polisi menghampiri Hyunjun lalu memakaikannya borgol di
tangannya. Ia menarik Hyunjun memasuki mobil polisi. Suara sirine mobil
ambulance dan mobil polisi terasa memekakkan telinganya. “Ibu! Ibu!” teriak
Hyunjun sambil memandang wajah ibunya untuk yang terakhir kali.
“Kau menangis?” tanya Nae-ri. Hyunjun tersadar dari
lamunannya. Cepat-cepat ia menghapus air matanya.
“Ehm, lebih baik kita pergi ke Namdaemun market,” ucap
Hyunjun mengalihkan pembicaraan.
“Ta-tapi tadi kamu menangis?” tanya Nae-ri lagi. Tanpa
mempedulikan kata-kata Nae-ri, Hyunjun menarik tangan Nae-ri menjauhi tempat
itu. Sepasang mata menatap ke arah mereka berdua lalu tersenyum.
“Akhirnya, aku menemukanmu. Waktunya untuk balas
dendam,” ucapnya.
Nae-ri dan Hyunjun beranjak ke sebuah restoran untuk makan bulgogi.
“Biar aku yang traktir,” ucap Hyunjun pada Nae-ri. “Kalau begitu, aku pesan
makanan yang banyak,” canda Nae-ri. Hyunjun tersenyum sambil menatap wajah
Nae-ri. Wajah Nae-ri mengingatkannya pada ibunya. Beberapa sifat Nae-ri juga
mengingatkannya pada ibunya.
“Kenapa terus-terusan menatapku?” tanya Nae-ri sambil
mengalihkan wajahnya menghadap ke arah gelas minuman lalu meminumnya. Ia
berusaha menyembunyikan wajahnya yang merona merah karena malu. “Ah, tidak
apa-apa.” Mendadak Hyunjun jadi salah tingkah. “Kau mirip seseorang yang aku
sayangi,” ucap Hyunjun akhirnya.
“Siapa? Pacarmu?” Tanya Nae-ri. Hatinya jadi tak
karuan begitu memikirkan kemungkinan itu. Hyunjun menggeleng sambil tersenyum.
“Ibuku. Aku sangat menyayanginya tapi aku malah
menyia-nyiakannya,” ucap Hyunjun tersenyum sendu.
“Aku juga pernah menyia-nyiakan kasih sayang ibuku.
Aku rasa, itu hal yang biasa. Yang terpenting bagaimana tindakanmu setelah
itu.” Hyunjun tersenyum dengan pandangan mata menerawang.
“Ya. Tapi kesalahanku benar-benar parah. Sayangnya,
dia melakukan kesalahan yang fatal.” Nae-ri mengernyitkan alisnya bingung.
“Kesalahan fatal apa?”
“Kesalahan karena terlalu mempercayai orang yang
semestinya tidak pantas dipercayai yaitu aku,” ucap Hyunjun dengan wajah sendu.
Nae-ri bisa merasakan ada kesedihan yang mendalam di mata Hyunjun. Ia bangkit
berdiri lalu menepuk pundak Hyunjun pelan. “Kapanpun kalau kamu merasa sedih,
aku bisa menjadi pendengar dan penghiburmu,” ucap Nae-ri tulus. Hyunjun
tersenyum. Perasaannya begitu bahagia begitu mendengar kalimat yang diucapkan Nae-ri.
= =
Donggu menarik tangan Nae-ri dengan kasar. Hatinya begitu panas melihat
kedekatan Nae-ri dengan Hyunjun. “Bukankah kamu bilang, kamu benci dengan orang
jahat? Tapi kenapa kamu malah berteman akrab dengan orang jahat sepertinya?”
Telunjuk Donggu terarah pada wajah Hyunjun.
“Maksudmu Hyunjun orang jahat? Kamu tidak bisa
membedakan mana yang jahat dan yang baik ya?” ejek Nae-ri.
“Asal kau tahu, Nae-ri. Dia bukan orang yang baik. Dia
adalah anggota gangster yang jahat. Pengedar narkoba, tukang mabuk, main
wanita, mencuri, membunuh dan masih banyak lagi kejahatannya yang tidak bisa
aku sebutkan. Selama ini, kamu ditipu dengan kepura-puraannya menjadi anak
alim. Aku tahu, dia pasti punya maksud tersembunyi di balik ini semua. Apa kamu
sedang dikejar-kejar polisi lalu melarikan diri dari penjara?” Donggu meraih
kerah baju Hyunjun dengan kasar.
“Kau sudah gila? Menuduh orang dengan seenaknya!”
Nae-ri menarik tangan Donggu. “Ayo! Akui saja kalau kamu memang seorang
gangster!” teriak Donggu membuat semua siswa seisi sekolah berkumpul untuk
melihat.
“Hyunjun, ayo katakan yang sebenarnya agar Donggu bisa
menutup mulutnya,” ucap Nae-ri kesal. Hyunjun hanya diam sambil menundukan
kepalanya.
“Oh ternyata kamu masih tidak mau mengaku. Baiklah
kalau begitu.” Donggu memberi tanda pada teman-temannya agar menghajar Hyunjun
sampai mengaku.
“Bagaimana kalau nanti dia membalas?” tanya Alex
takut-takut. Donggu menendang Alex dengan geram.
“Dasar pengecut! Kalau begitu, biar aku yang
menghajarnya!” Donggu melayangkan tinjunya pada Hyunjun tapi Nae-ri berusaha
menahan tangannya hingga jatuh terhempas.
“Lihat, aku akan menunjukannya pada kalian semua. Dia
memiliki tatto di punggungnya. Dan kalian tahu tatto apa itu? Tatto gangster!”
teriak Donggu. “Sudah cukup Donggu! Kau keterlaluan!” Teriak Nae-ri kesal. “Ayo
jawablah Hyunjun! Jangan diam saja!” ujarnya lagi.
“Hyunjun, kemarilah! Jelaskan pada mereka kalau kamu
bukan penjahat!” Suara Ibunya terngiang-ngiang di telinganya. Kejadian ini
mengingatkannya pada peristiwa itu. Mata Hyunjun mulai berkaca-kaca. Ia
mengepalkan tangannya kesal pada Donggu yang sudah menyakiti Nae-ri.
“Ya. Aku memang anggota gangster! Kau puas?” teriak
Hyunjun penuh amarah. Nae-ri terkejut dengan jawaban Hyunjun. Bukan hanya
Nae-ri tapi semua orang yang ada disana. Wajah Hyunjun yang biasanya terlihat
polos sekarang berubah penuh amarah dan dendam.
“Hyunjun, apa maksudmu?” tanya Nae-ri seakan tak
mempercayai pendengarannya. Hyunjun membuka bajunya dan menunjukkan tatto
gangster itu lalu memakainya kembali. “Aku anggota gangster. Aku penjahat,”
ucap Hyunjun. Ia mendekati Nae-ri yang menatapnya tak percaya.
“Kesalahannya adalah karena kamu terlalu percaya
padaku, yang seharusnya tidak pantas kamu percayai,” bisik Hyunjun lalu pergi.
Perlahan air mata Nae-ri mengalir membasahi pipinya. “Sudah kubilang kan? Dia
jahat! Dia hanya memanfaatkanmu. Semuanya hanya kepura-puraan untuk menutupi
jati dirinya yang sebenarnya,” ucap Donggu pada Nae-ri.
= =
“Hei! Sudah lama tak bertemu.” Sapa seseorang membuat Hyunjun terkejut.
Seorang cowok dengan tatto gangster di lengan kirinya tersenyum sambil
menghampirinya. Hyunjun menoleh ke sekelilingnya memastikan tidak ada yang
melihatnya. “Kenapa kau ada disini?” Tanya Hyunjun bingung. “Siapa nama pacarmu
itu? Dia cantik juga.” Ujar cowok yang bernama Tae-mi itu. “Apa maksudmu?”
selidik Hyunjun. Tae-mi mengarahkan pandangannya pada Nae-ri sambil tersenyum.
“Dia bukan pacarku,” ucap Hyunjun cepat. Tae-mi
tertawa. “Oh bagus kalau begitu. Aku bisa bermain-main dengannya.” Hyunjun
langsung menarik kerah baju Tae-mi dengan kasar.
“Awas saja kalau kau berani dekat-dekat dengannya
apalagi menyentuhnya. Aku akan membunuhmu!” ancam Hyunjun lalu mendorong Tae-mi
hingga Tae-mi terjungkal menatap tembok. Tae-mi tertawa.
“Lihat saja nanti!” ucap Tae-mi. Telunjuknya
digoreskan ke leher sebagai tanda ‘mati’ lalu berlari pergi.
= =
Hampir semua orang menatap Hyunjun sambil berbisik-bisik. Berita Hyunjun
yang adalah anggota gangster, sudah tersebar di seantero sekolah. “Aku kira dia
anak alim tapi ternyata dia anggota gangster,” bisik salah satu anak. Hyunjun
tersenyum kecil melihat tingkah orang-orang itu. Tiba-tiba matanya tertuju pada
sosok Nae-ri. Nae-ri ikut menatapnya dengan wajah sedih. Ia paling tak tahan
melihat wajah sedih Nae-ri. Wajahnya selalu mengingatkannya pada sosok ibunya.
“Hyunjun!” teriak Nae-ri. Hyunjun mengalihkan
pandangannya lalu pergi menjauhi Nae-ri. Nae-ri berlari mengejar Hyunjun.
“Sekarang kamu mau menjauhiku begitu saja tanpa penjelasan
apapun?” Omel Nae-ri. Nae-ri menarik tangan Hyunjun ke tempat yang agak sepi.
“Kenapa kamu
merahasiakan semuanya? Kamu sedang tidak kabur dari kejaran polisi kan?” Tanya
Nae-ri menyelidik.
“Kamu harus menjauhiku!” ucap Hyunjun tidak menjawab
pertanyaan. Nae-ri menatap sendu Hyunjun.
“Terlalu berbahaya dekat-dekat dengan seorang penjahat
anggota gangster sepertiku. Bagaimana kalau ada yang mengincarmu karena
dendamnya denganku? Kau bisa mati!” Nae-ri terkejut mendengar nada suara
Hyunjun yang kasar. Ia masih tak bisa percaya bahwa Hyunjun adalah anggota
gangster para penjahat.
“Aku tidak peduli siapa kamu. Aku tidak peduli!
Walaupun aku harus mati sekalipun,” ucap Nae-ri. Air matanya mendadak mengalir
begitu saja.
“Kamu tidak bisa begitu. Aku tidak akan pernah
memaafkan diriku sendiri kalau sampai kamu mati atau terluka karena aku,” ucap
Hyunjun lalu pergi meninggalkan Nae-ri yang menangis.
Jam
istirahat sekolah berdering nyaring. Sejak kejadian tadi, Hyunjun tak melihat
sosok Nae-ri. Ia bahkan tidak ada di kelas saat pelajaran. Kecemasan melingkupi
pikirannya. Ia takut Tae-mi, orang yang begitu dendam tanpa sebab padanya, akan
mencelakakan Nae-ri. Ponsel Hyunjun bergetar. Telepon dari Nae-ri. Tumben,
Nae-ri menelepon. “Aku tunggu di reruntuhan gedung pabrik Myeongdong 30 menit
dari sekarang. Kalau kau terlambat, Nae-ri akan mati!” Suara Tae-mi terdengar
di ujung telepon.
“Tae-mi!”
teriak Hyunjun tapi telepon terputus. Hyunjun mulai cemas. Ia segera berlari
mengambil tasnya dan keluar kelas namun ia malah menabrak sosok Donggu yang
berpapasan dengannya. “Hei! Apa-apaan kau?” teriak Donggu marah. Hyunjun tak
mempedulikannya. Ia tidak mau waktunya terbuang percuma karena Donggu. Donggu
tak terima dihiraukan begitu saja. Ia menarik tangan Hyunjun. Hyunjun kesal. Ia
meninju wajah Donggu hingga Donggu berteriak kesakitan. Teriakannya membuat
seisi kelas menoleh kearahnya. Semua orang menatapnya dengan wajah ketakutan.
Donggu tersenyum. “Akhirnya kau membuka topengmu juga, penjahat!” ejeknya. Kali
ini, Hyunjun yang kesal menendang Donggu dan melayangkan tinjunya sekali lagi
pada Donggu hingga berdarah lalu berlari pergi keluar sekolah.
“Kejar dia!” teriak Donggu kesal pada para temannya.
“Kita harus menghajarnya,” ucapnya.
= =
Hyunjun berlari memasuki reruntuhan gedung pabrik Myeongdong. Bruk!!!
Tongkat Baseball melayang ke kepalanya. Seketika itu juga, Hyunjun ambruk.
Kepalanya terasa begitu pening. Tae-mi dan empat anak buahnya mengepung
Hyunjun. Tak jauh di depannya, Nae-ri diikat di sebuah tiang.
“Nae-ri,” lirih Hyunjun.
“Aku baik-baik saja. Selamatkan dirimu,” ucap Nae-ri
lemah. Hati Hyunjun terasa seperti diiris-iris begitu melihat kondisi Nae-ri.
Beberapa bagian tubuhnya mengeluarkan darah akibat pukulan anak buah Tae-mi.
“Kenapa kau lakukan itu? Kenapa?” tanya Hyunjun
histeris. Tae-mi tertawa.
“Aku tahu kamu mencintainya dan aku senang membuat
orang yang kau cintai menderita agar kau menderita,” ucap Tae-mi santai.
Hyunjun bangkit berdiri. Namun anak buah Tae-mi memegangi tubuhnya sehingga ia
sulit bergerak. “Kalau kau mau membunuhku, bunuh saja aku! Kenapa harus
melibatkannya? Lepaskan dia!” teriak Hyunjun.
“Karenamu, aku dikeluarkan dari gangster dan dihajar
sampai babak belur. Sekarang, kamu yang harus merasakannya!” teriak Tae-mi.
“Apa maksudmu?” tanya Hyunjun bingung.
“Karena kamu terlalu pengecut, jadi aku memasukan
bungkusan narkoba itu ke dalam paket yang kau kirimkan tapi ternyata kamu malah
tertangkap polisi. Karena itu juga, keberadaan gangster dilacak polisi. Bos tahu
kalau aku yang memasukan bungkusan itu jadi dia begitu marah denganku.” Hyunjun
meronta lalu menerjang Tae-mi dengan tinjuan keras. Hidung Tae-mi berdarah.
“Jadi karena kau, aku masuk penjara! Karena kau, ibuku
lumpuh!” teriak Hyunjun histeris. Ia menghajar Tae-mi tanpa ampun. Namun anak
buah Tae-mi menghalanginya dengan beberapa serangan.
“Ya. Akulah yang melakukannya. Aku harus menjual
narkoba itu tapi kau menolaknya jadi aku harus diam-diam melakukannya. Ibumu
lumpuh karena dirimu sendiri! Ibumu terlalu bodoh karena menyelamatkanmu, dia
tertembak oleh polisi yang ingin menembakmu.” Tae-mi tertawa. Nae-ri terkejut
mendengar semua yang dikatakan Tae-mi. Ia tak menduga bahwa kehidupan Hyunjun
sangat menyedihkan. Anak buah Tae-mi berhasil menahan tubuh Hyunjun. Hyunjun
mengingat kejadian saat ibunya tertembak. Ketika Hyunjun keluar dari penjara,
ia terlalu malu untuk bertemu ibunya jadi ia pergi ke Seoul dan menempuh hidup
yang baru dengan menutupi jati dirinya. Ia ingin bertobat. Ia ingin kembali
pada jalan yang terang.
“Kau
menyedihkan! Dulu ibumu yang menjadi korban kejahatanmu dan sekarang Nae-ri!
Bukankah Nae-ri mengingatkanmu dengan ibumu?” tawa Tae-mi sambil menendang
perut Hyunjun. Hyunjun menatap Nae-ri sedih. “Jangan dengarkan kata-katanya.
Itu semua bukan salahmu!” teriak Nae-ri dari tenaganya yang masih tersisa.
“Lepaskan dia lalu bunuh aku! Aku mohon, lepaskan dia
setelah itu kau boleh membunuhku!” teriak Hyunjun. Tae-mi tertawa penuh
kemenangan. Keempat anak buah Tae-mi langsung bertindak. Mereka menghajar
Hyunjun hingga berdarah. “Cukup! Jangan pukuli dia terus! Aku mohon. Bunuh saja
aku!” teriak Nae-ri. Tae-mi memberi tanda pada anak buahnya untuk berhenti
memukul. “Oh, pasangan yang mesra. Cinta dan pengorbanan,” ejek Tae-mi.
“Aku mohon, jangan pukuli dia lagi,” lirih Nae-ri.
“Tidak. Ini semua memang salahku jadi pukuli aku dan
lepaskan dia. Aku mohon,” ucap Hyunjun tersungkur lemah. Tae-mi tertawa lalu
mendekati Nae-ri. Ia menjambak rambut Nae-ri. Hyunjun berusaha menolong Nae-ri tapi
anak buah Tae-mi memeganginya. “Lepaskan dia!” teriak seorang cowok yang
tiba-tiba muncul. Donggu dan ketiga temannya datang. Anak buah Tae-mi segera
menghajar Donggu dan temannya tapi mereka unggul. “Donggu!” lirih Nae-ri
terkejut. Hyunjun ikut terkejut melihat kedatangan Donggu yang tiba-tiba.
“Siapa kau?” tanya Tae-mi.
“Aku teman Nae-ri dan Hyunjun,” ucap Donggu. Tae-mi
tertawa.
“Jadi kau punya teman?” ejek Tae-mi pada Hyunjun.
“Aku lakukan ini demi Nae-ri,” bisik Donggu pada
Hyunjun.
“Kamu harus berjuang demi Nae-ri. Jangan diam saja
begini!” bisiknya lagi. Kata-kata Donggu memacu semangat Hyunjun. Bagaimanapun
juga, ia harus menyelamatkan Nae-ri dari kejahatan Tae-mi. Donggu membantu
Hyunjun berdiri.
“Kau siap?” bisik Donggu. Hyunjun menghela nafas
panjang lalu mengangguk mantap. Hyunjun, Donggu dan teman-temannya bersiap
menyerang.
“Demi Nae-ri!” teriak Donggu lalu mereka mulai
menghajar Tae-mi dan anak buahnya.
Darah mengalir membasahi kening Donggu. Tapi Donggu tak menyerah. Ia
harus menolong Nae-ri apapun yang terjadi. Meskipun ia harus mati untuk
menyelamatkan Nae-ri karena memang dia tidak sehebat Tae-mi dalam berkelahi.
“Bawa Nae-ri keluar dari sini. Serahkan mereka
padaku,” bisik Donggu. Hyunjun menggeleng.
“Kau saja yang bawa Nae-ri. Aku yang akan melawan
mereka,” ucap Hyunjun lalu melayangkan tinjuannya pada Tae-mi. Donggu segera
melepaskan tali yang mengikat Nae-ri dan membawanya keluar.
“Kamu akan mati!” Ujar Tae-mi sambil melayangkan
tinjunya pada Hyunjun. “Kaulah yang akan mati!” Balas Hyunjun. Hyunjun dan
Tae-mi saling menyerang. “Kamu akan mati seperti ibumu yang bodoh!” ejek
Tae-mi. “Ibuku belum meninggal dan dia tidak bodoh!” Dengan penuh amarah, ia
menghajar Tae-mi. Nama Ibunya dan Nae-ri, membangkitkan kekuatannya untuk
melawan Tae-mi. “Ini balasan untuk ibuku!” teriak Hyunjun sambil meninju rahang
Tae-mi. “Ini untukku!” teriaknya lagi sambil melayangkan pukulan kerasnya. “Dan
ini untuk Nae-ri, orang yang aku cintai!” teriaknya lalu melayangkan pukulan
mautnya yang membuat Tae-mi jatuh tersungkur dengan darah di sekujur wajahnya.
Polisi menyeruak masuk dan meringkus Tae-mi dan anak buahnya. Nae-ri,
Hyunjun, Donggu dan teman-temannya segera berobat ke rumah sakit. “Gomawo4,”
ucap Hyunjun pada Donggu. Donggu tersenyum kecil lalu menepuk pundak Hyunjun
hingga Hyunjun kesakitan. “Maaf, karena aku sudah banyak membuat masalah,” ucap
Donggu tulus. Sejak ia mendengar cerita ibu Hyunjun dari kata-kata Tae-mi,
Donggu merasa simpati padanya. Ia juga memiliki ibu dan ia tahu persis
bagaimana perasaan ibunya ketika mengetahui kejahatan yang diperbuat anaknya.
“Jaga Nae-ri baik-baik. Aku serahkan dia padamu,”
ucapnya lalu pergi. Hyunjun tersenyum kecil. Ia masuk ke kamar rawat Nae-ri.
Nae-ri tersenyum menatapnya.
“Aku senang kau bisa tersenyum,” ucap Hyunjun ikut
tersenyum.
“Oh ya, soal ibumu, aku harap kamu tidak selalu
menyalahkan dirimu sendiri. Itu masa lalu dan yang kamu hadapi ini adalah masa
sekarang. Ibumu pasti merasa senang melihatmu yang sekarang. Mataku melihat
kebaikan dalam dirimu. Kamu orang yang baik,” ucap Nae-ri lembut. Hyunjun
tersenyum sendu.
“Masa?” Nae-ri tersenyum lalu menyuruh Hyunjun untuk
lebih mendekatinya. Hyunjun mengernyit bingung tapi dia tetap mendekat pada
Nae-ri Nae-ri menepuk punggung Hyunjun. “Jangan tersenyum sendu begitu. Kamu
harus tersenyum bahagia,” ucap Nae-ri.
“Asalkan kamu tersenyum bahagia, aku akan tersenyum.
Saranghae5,” ujar Hyunjun tiba-tiba. Ia tidak bisa menahan perasaannya lebih
lama lagi.
“Apa?” Tanya Nae-ri tak percaya. “Aku mencintaimu.
Maukah kamu jadi pacarku?” tanya Hyunjun tulus.
“Asalkan kamu bisa memenuhi permintaanku.” Nae-ri
tersenyum.
“Apa?” tanya Hyunjun penasaran. “Temui ibumu dan minta
maaf padanya. Oh ya, juga hilangkan tatto di punggungmu itu,” ucap Nae-ri. Hyunjun
tertawa. Kali ini, tertawa bahagia.
= =
“Ibu,” panggil Hyunjun. Ibunya yang asyik menyiram tanaman, menoleh dan
terkejut melihat Hyunjun. “Hyunjun, anakku,” seru ibunya lalu memeluk Hyunjun.
“Maaf, bu. Aku tidak bisa menemui ibu. Aku...” Ibunya tersenyum penuh haru.
“Yang terpenting sekarang, kamu sudah kembali. Ibu sangat rindu denganmu.”
“Asalkan bisa bersama denganmu, ibu akan selalu
bahagia,” ucap ibunya sambil tersenyum. Hyunjun menangis di pelukan ibunya lalu
tersenyum. Nae-ri tersenyum melihat Hyunjun dan ibunya berpelukan. Hyunjun
mengenalkan Nae-ri pada Ibunya. Ya, mulai sekarang, ia akan hidup bersama
dengan orang-orang yang disayanginya. Ibunya dan Nae-ri. Apapun yang terjadi,
Hyunjun akan berusaha melindungi Nae-ri dan ibunya. Meskipun dia harus mati.
==
Naeri tersenyum begitu melihat Hyunjun memasuki kelas.
Ia langsung bangkit berdiri untuk menyapa Hyunjun. Hyunjun ikut tersenyum
melihat Naeri. Donggu yang melihatnya hanya mendengus lalu mengalihkan
pandangannya.
"Tumben sekali kamu tidak berulah, melihat
kemesraan mereka berdua?" sindir Eun Soo yang duduk di sebelah Donggu.
"Aku malas bertengkar dengannya. Kalau aku ingin mendapatkan hati Naeri,
aku akan melakukannya dengan kelembutan, bukan dengan kekerasan seperti
dulu," Eun Soo tertawa mendengarnya. Ia meletakkan cat kuku yang sedari
tadi di pegangnya untuk memberi warna pada kuku lentiknya.
"Oh Wow! Sepertinya kamu baru saja tersambar
petir akibat hujan kemarin ya?" Eun Soo tertawa mengejek. Donggu hanya
mendengus kesal.
==
Bel istirahat berdering nyaring. Hyunjun menoleh ke
arah Naeri. "Mau ke kantin?" tanya Hyunjun. Naeri mengangguk. Hyunjun
langsung menggandeng tangan Naeri menuju ke kantin. Baru beberapa langkah
mereka berjalan, Donggu menghadang langkah mereka berdua. Naeri mengernyit
bingung.
"Ada apa? Apa kau berniat untuk menganggu aku dan
Hyunjun seperti dulu?" tanya Naeri dengan wajah sedikit kesal. Donggu
tersenyum.
"Tidak. Aku hanya ingin bergabung bersama kalian.
Aku ini kan temannya. Lagi pula, ada banyak hal yang ingin aku bicarakan dengan
Hyunjun. Aku ingin dia sedikit berbagi pengalamannya di dunia gelapnya
dulu," ujar Donggu yang masih penasaran dengan cerita masa lalu Hyunjun.
Naeri hanya berdecak cuek. Dengan sok akrab, Donggu merangkul bahu Hyunjun. Hyunjun
melepaskan tangan berat Donggu tapi Donggu tetap memaksakan tangannya tetap
berada di bahu Hyunjun.Hyunjun hanya mendesah pasrah.
"Oh ya, Hyunjun. Kenapa kamu tidak mengubah
penampilan culunmu ini? Aku yakin, penampilan culunmu ini bukan penampilan aslimu.
Tidak mungkinkan, seorang anggota gangster berpenampilan culun sepertimu
ini," ungkap Donggu.
"Ah iya. Aku penasaran dengan penampilan
aslimu," timpal Naeri dengan nada bersemangat.
"Aku takut kalian akan terkejut kalau aku
memperlihatkan penampilanku yang sebenarnya. Bahkan seisi sekolah mungkin juga
akan terkejut," kata Hyunjun membuat Naeri dan Donggu semakin
penasaran.
"Apa kau dulu memakai anting di telingamu? Apa
kamu memanjangkan rambutmu dan menyemirnya menjadi pirang?" tanya Donggu.
Hyunjun tersenyum kecil. "Kurang lebih seperti itu." Donggu dan Naeri
langsung membulatkan mulutnya. "Wow! Aku penasaran bagaimana seorang yang
dikenal culun di sekolah ini, akan bermetamorfosis menjadi anak gangster
bertampang seram. Pasti semua orang akan terkejut," kata Naeri sambil
tersenyum.
"Bukan hanya itu. Dulu, aku adalah cowok most
wanted yang diidolakan para cewek karena ketampananku." Naeri dan Donggu
saling pandang lalu tertawa keras.
"Baru kali ini aku mendengar kesombongan keluar
dari mulut cowok berpenampilan culun sepertimu ini," tawa Donggu.
"Kau? Cowok most wanted tampan? Aku tidak
percaya!" ucap Naeri lalu tertawa lagi. Perutnya sampai sakit karena
tertawa.
"Terserah kalian kalau tidak percaya. Lagi pula,
memang lebih baik, kalian hanya mengenalku dengan penampilan culunku ini. Aku
tidak mau mengubah penampilanku menjadi seperti dulu. Aku ingin fokus dengan
pelajaran sekolah dan tidak ingin dikejar-kejar cewek genit seperti dulu."
Naeri dan Donggu hanya tertawa mendengarnya.
"Kau ini lucu sekali, Hyunjun. Selera humormu
memang sangat tinggi. Aku benar-benar tidak menyangka. Kalau saja aku tidak
tahu masa lalumu itu, aku pasti mengira kamu memang cowok culun yang agak
aneh," ujar Naeri mengejeknya. Tiba-tiba Naeri teringat dengan pesta ulang
tahun sekolah.
"Bulan depan ada pesta ulang tahun sekolah. Di
acara itu, akan ada pemilihan putri dan pangeran sekolah. Bagi cowok yang
tampan, akan dianugerahi penghargaan gelar sebagai pangeran sekolah dan cewek
yang cantik, akan dianugerahi gelar putri sekolah. Mungkin kamu harus
mengikutinya. " ucap Naeri dengan bersemangat.
Donggu dan Hyunjun terkejut mendengarnya. Mereka
berdua memandang Naeri dengan alis berkerut. "Jadi maksudmu, aku ini cowok
tampan yang pasti bisa mendapatkan gelar pangeran sekolah?" tanya Hyunjun
dengan mata penuh selidik. Naeri tersadar dengan perkataannya itu. Wajahnya
langsung merona malu.
"Tidak! Maksudku...Aku hanya..."
"Bagaimana kamu tahu, kalau Hyunjun adalah cowok
yang tampan? Selama ini, penampilannya saja membuat semua orang risih,"
kata Donggu. Naeri bingung harus menjawab apa.
=THE END=
Keterangan:
- Pria
- Guru
- Bibi
- Terima kasih
- Aku mencintaimu
Komentar
Posting Komentar